LAPORAN OBSERVASI
Disusun sebagai salah satu tugas observasi
PERKEMBANGAN DAN BIMBINGAN PESERTA DIDIK
“PENYESUAIAN
PESERTA DIDIK BARU SMPN 3 CIBINONG”
Disusun
Oleh :
Dea Tita Hastika
(20158300219)
Dosen Pengampu :
Chairunnisa, M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP KUSUMA NEGARA
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, juga untuk para keluarga, sahabat dan
pengikutnya sampai akhir zaman. Karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas observasi di SMPN 3 Cibinong untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perkembangan dan Bimbingan Peserta Didik.
Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Chairunnisa, M.Pd. selaku dosen pengampu, guru SMPN 3 Cibinong dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan observasi ini. Adapun
penyusunan materi dalam laporan ini disesuaikan dengan referensi yang didapat
dari buku maupun internet.
Penulis berharap laporan ini dapat
menambah pengetahuan pembaca dan memberikan gambaran mengenai observasi yang
telah penulis lakukan. Sehingga pembaca dapat menggunakan laporan hasil
observasi ini sebagai pedoman pendukung dalam observasi yang akan dilakukan
oleh pembaca.
Penulis menyadari bahwa laporan
observasi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan berbagai saran dan kritik guna perbaikan untuk observasi di masa
yang akan datang.
Bogor,
26 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan
D.Tujuan Penelitian
E.Metode Penelitian
F.Manfaat Observasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep dan Proses Penyesuaian
Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
B.Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Proses Penyesuaian Diri
C.Karakteristik Penyesuaian Diri
Remaja
D.Masalah Penyesuaian Diri di
Sekolah
E.Upaya Penanganan Masalah
Penyesuaian Diri Remaja
BAB III PELAKSANAAN OBSERVASI
A.Waktu dan Tempat Pelaksanaan
B.Subyek Observasi
C.Variabel Observasi
D.Teknik Pengumpulan Data
BAB III HASIL OBSERVASI
A.Pembahasan Hasil Wawancara
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penyesuaian
diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental
remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam
hidupnya karena ketidak mampuannya dalam menyesuaikan diri. Kegagalan remaja
dalam melakukan penyesuaian diri akan menimbulkan bahaya seperti tidak
bertanggung jawab dan mengabaikan pelajaran, sikap sangat agresif dan sangat
yakin pada diri sendiri, perasaan tidak aman, merasa ingin pulang jika berada
jauh dari lingkungan yang tidak dikenal, dan perasaan menyerah. Bahaya yang
lain adalah terlalu banyak berkhayal untuk mengimbangi ketidakpuasannya, mundur
ke tingkat perilaku yang sebelumnya, dan menggunakan mekanisme pertahanan
seperti rasionalisasi, proyeksi, berkhayal, dan pemindahan.
Hidup merupakan
perjuangan untuk hidup dan untuk mencapinya orang harus melakukan hal yang
sesuai. Jika diperhatikan orang-orang dalam kehidupan sehari-harinya, akan
terlihat bermacam-macam hal yang terjadi dikalangan masyarakat tersebut. Ada
yang kelihatannya selalu gembira, walau apapun yang akan dihadapinya.
Sebaliknya adapula yang sering mengeluh dan bersedih hati, tidak cocok dengan
orang lain dan pekerjaannya. Disamping itu ada pula orang yang dalam hidupnya
suka mengganggu orang lain, suka mengadu domba, memfitnah, menyeleweng,
menganiaya, menipu dan sebagainya. Hal ini terjadi karena kurangnya masyarakat
akan suatu hal untuk menjaga keharmonisan di dalam masyarakat.
Gejala-gejala
yang menggelisahkan masyarakat itulah yang mendorong para ahli jiwa untuk
berusaha menyelidiki apa yang menyebabkan tingkah laku orang berbeda-beda, kendatipun
kondisinya sama. Usaha ini menumbuhkan suatu cabang termuda dari ilmu jiwa
yaitu kesehatan. Serta dalam mempelajari kesehatan mental terdapat penyesuaian
diri antara diri sendiri dengan dirinya sendiri, maupun diri sendiri dengan
orang lain ataupun lingkungan. Dengan penyesuaian diri ini orang dapat dan
mampu untuk mengatasi masalah dengan baik. Mampu menempatkan dirinya pada suatu
hal yang berguna bagi dirinya dan orang lain dikalangan masyarakat.
Didalam
penyesuaian diri ini orang harus tau betul apa yang akan dipelajari dalam hal
ini. Dalam penyesuaian diri terdapat hal–hal seperti faktor penyesuaian diri, aspek
penyesuaian diri, karakteristik dalam penyesuaian diri, bentuk penyesuaian
diri, konsep dan proses penyesuaian diri. Hal ini harus bisa terpenuhi supaya
tidak terjadi masalah didalam masyarakat.
B.RUMUSAN MASALAH
Dari pelaksanaan observasi ini penulis menyimpulkan masalah ke
dalam beberapa pertanyaan pokok yaitu :
1.
Bagaimana
konsep dan proses penyesuaian diri peserta didik usia sekolah menengah?
2.
Apa saja
faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja?
3. Bagaimana
karakteristik penyesuaian diri remaja dan apa saja masalah umum yang sering
timbul dalam proses penyesuaian diri remaja di sekolah?[1]
4.
Upaya
apa saja yang dilakukan dalam penanganan masalah penyesuaian diri remaja?
C.Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui konsep dan proses penyesuaian diri peserta didik usia sekolah
menengah
2.
Untuk
mengetahui beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri
remaja
3. Untuk
mengetahui karakteristik penyesuaian diri remaja dan apa saja masalah umum yang
sering timbul dalam proses penyesuaian diri remaja di sekolah
4.
Upaya
apa saja yang dilakukan dalam penanganan masalah penyesuaian diri remaja
D.Tujuan Penelitian
Untuk meneliti
bagaimana penyesuaian diri peserta didik di tahun ajaran baru.
E.Metode Penelitian
Metode
yang dipakai, yaitu :
1.
Observasi
(datang langsung ke sekolah bersangkutan)
2.
Studi
Pustaka (memperoleh informasi dari buku maupun internet)
3.
Wawancara
(memperoleh informasi langsung dari pendidik)
F.Manfaat Penelitian
a)
Bagi
Mahasiswa
1. Mahasiswa
sebagai calon guru memperoleh pengalaman baru tentang observasi dan menambah
wawasan terkait penyesuaian diri peserta didik.
2. Mahasiswa
dapat mengetahui bagaimana upaya pihak sekolah dalam mengupayakan penyesuaian
diri peserta didik di awal tahun ajaran baru.
b)
Bagi
Guru
Guru
dapat lebih mengetahui tentang bagaimana upaya mengatasi peserta didik yang
baru menyesuaikan diri di lingkungan sekolah baru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep dan Proses Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
a.
Konsep Penyesuaian Diri
Manusia sebagai makhluk sosial dalam memenuhi semua kebutuhan
hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Salah satu bentuk interaksi itu
adalah penyesuaian diri.
Dalam psikologis, penyesuaian diri disebut sebagai proses dinamika
yang berkesinambungan yang dituju seseorang untuk mengubah tingkah lakunya agar
muncul hubungan yang selaras antara individu dengan lingkungannya.
Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah
diri sesuai dengan lingkungannya atau penyesuaian diri secara autoplastis dan
sebaliknya mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya atau penyesuaian
diri secara autoplastis. Dengan kata lain penyesuaian diri ada yang bersifat
aktif, yaitu apabila individu mampu untuk mengubah dan mempengaruhi lingkungan
atau sebaliknya ada yang bersifat pasif yaitu apabila individu dipengaruhi oleh
lingkungan.
Menurut Sunarto, penyesuaian diri dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
a)
Penyesuaian
berarti adaptasi, dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa “survive”
dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah serta dapat mengadakan
relasi yang memuaskan tuntutan sosial
b)
Penyesuaian
diri dapat juga diartikan sebagai konformitas yang berarti menyesuaikan sesuatu
dengan standard atau prinsip
c)
Penyesuaian
diri diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat
rencana dan mengorganisasikan respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa
mengatasi segala macam konflik,
d)
kesulitan
dan frustasi-frustasi secara efisien, sehingga individu memiliki kemampuan
mengadaptasi realita hidup dengan cara yang kuat.
e)
Penyesuaian
diri dapat juga diartikan sebagai penguasaan dan kematangan emosional, yaitu
kematangan yang secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap
situasi.
Sedangkan menurut Wardani, prinsip penyesuaian diri meliputi :
a)
Penyesuaian
diri merupakan proses menyelaraskan antara kondisi diri individu sendiri dengan
objek atau perangsang melalui kegiatan belajar. Proses penyelarasan merupakan
usaha untuk mencocokkan atau mempertemukan antara diri individu yang didasari oleh
berbagai jenis kebutuhan dengan objek berupa lingkungan fisik / rohaniah yang
dilakukan melalui proses belajar sehingga akhirnya terjadi kebiasaan.
b)
Dalam
proses penyesuaian diri terjadi interaksi antara dorongan dari dalam individu
dengan suatu perangsang atau tuntutan lingkungan sosial. Interaksi dalam hal
ini berkecenderungan positif / negatif. Positif berarti adanya penyesuaian diri
yang baik / well adjusted, dalam hal ini ada kecocokan antara dorongan
kebutuhan berikut cara pemenuhannya dengan tuntutan lingkungan berupa aturan,
adat / norma masyarakat. Negatif berarti adanya gejala salah suai / mal
adjustef, dalam hal ini adanya ketidakcocokkan atau munculnya konflik
antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan. Penyesuaian diri yang
sehat dapat diartikan sebagai adanya konformitas, yakni adanya kecocokan antara
norma pribadi dengan norma sosial.
c)
Dalam
penyesuaian diri diperlukan adanya proses pemahaman diri dan lingkungannya
sehingga dapat terwujud keselarasan, kesesuaian, kecocokan dan keharmonisan
interaksi diri dan lingkungan.
d)
Penyesuaian
diri selalu berproses dan berkembang secara dinamis, sesuai dengan dinamika
lingkungan hidup dan perkembangan dorongan keinginan individu yang sifatnya autoplastis
/ alloplastis. Dinamika penyesuaian diri individu berlangsung bersamaan
dengan dinamika kepribadian individu dan perubahan sosial yang dapat dilihat
dari segi intensitas, kuantitas maupun kualitas.
Dengan demikian dapat disimpulkan penyesuaian diri adalah usaha
manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan lingkungan, yang
dilakukan melalui usaha belajar sehingga terjadi interaksi yang bersifat
positif dan berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan kepribadian
individu dan lingkungan hidupnya.
b.
Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana ndividu mendapat
keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Disamping
dapat dilihat dari aspek produk, yang berupa kemampuan individu dalam mereaksi
realitas sosial secara harmonis dan efektif, penyesuaian diri juga dapat
dilihat sebagai proses. Hal ini disebabkan karena adanya dinamika perkembangan
individu pada satu sisi dan perkembangan lingkungan sosial pada sisi yang lain.
Sebagai suatu proses, perkembangan penyesuaian diri menempuh
beberapa tahapan, antara lain yaitu :
a)
Adanya
dorongan dari dalam diri individu untuk memenuhi kebutuhan serta untuk memiliki
makna dalam kehidupan, dan adanya peluang serta tuntutan dari lingkungan.
b)
Individu
mempelajari keadaan dirinya yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan dan
dorongan-dorongan yang muncul, dan pada saat yang sama juga mempelajari kondisi
dan situasi lingkungan yang berkenaan dengan peluang, tuntutan dan
keterbatasan-keterbatasan yang ada.
c)
Terjadi
insight / pemahaman terhadap diri sendiri dan lingkungan.
d)
Individu
secara dinamis melakukan upaya menginteraksikan antara dorongan, persepsi, dan
kemampuan dirinya dalam memenuhi kebutuhan tersebut dengan peluang, tuntutan
dan keterbatasan lingkungan.
e)
Memunculkan
tindakan / perilaku sebagai hasil interaksi, yang dapat berupa tindakan positif
/ negatif ataupun kondisi keduanya.
B.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri
Pada dasarnya
proses penyesuaian diri remaja dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya / internal
maupun faktor dari luar dirinya / eksternal.
Faktor internal, antara lain yaitu :
a)
Motif
sosial, yaitu motif berafiliasi, motif berprestasi dan motif melakukan dominasi
merupakan motif-motif yang potensial dalam mendorong individu untuk bekerja
sama dan berhubungan dengan orang lain serta mengaktualisasikan kemampuan
terhadap penyesuaian diri. Orang yang mempunyai motif berafiliasi yang tinggi
mempunyai dorongan untuk membuat hubungan dengan orang lain, karena ada
keinginan untuk disukai dan diterima, dan akan selalu berusaha supaya hubungan
tersebut tetap ada.
b)
Konsep
diri, yaitu bagaimana cara seseorang memandang terhadapa dirinya sendiri yang
mencakup aspek fisik, fisiologis, sosial dan aspek kepribadian lainnya. Seorang
remaja yang mempunyai konsep diri yang tinggi akan mempunyai kemampuan untuk
melakukan penyesuaian diri secara positif dari pada yang memiliki konsep diri
rendah.
c)
Persepsi,
adalah pengamatan dan penilaian individu terhadap objek, peristiwa dan realita
kehidupan melalui proses kognisi dan afeksi untuk membentuk konsep tentang
objek tersebut.
d)
Sikap
remaja, adalah kecenderungan individu untuk bereaksi kearah hal-hal yang
positif/negatif. Remaja yang bersikap positif terhadap sesuatu hal akan
memiliki dasar penyesuaian diri yang baik dibandingkan dengan yang bersikap
negatif.
e)
Intelegensi
dan minat, adalah modal untuk melakukan aktivitas bernalar, menganalisis dan
menyimpulkan berdasarkan pada argumentasi yang objektif rasional, yang
dijadikan dasar dalam melakukan penyesuaian diri yang didukung oleh faktor
minat sehingga proses penyesuaian diri berlangsung lebih efektif.
f)
Kepribadian,
tipe kepribadian ekstrovert akan lebih fleksibel dan dinamis sehingga akan
mudah melakukan penyesuaian diri dibandingkan dengan tipe kepribadian introvert
yang kaku dan statis. Pribadi yang “wellbalance” akan lebih mudah
menerima dan diterima oleh lingkungan secara wajar dibandingkan dengan pribadi
yang “des equilibrium” yang sulit mengerti dan dimengerti.
Faktor eksternal, meliputi :
a)
Keluarga
dan pola asuh, pola asuh keluarga yang demokratis akan memberikan peluang bagi
remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif dibandingkan
dengan pola asuh keluarga yang otoriter ataupun pola asuh yang penuh dengan
kebebasan. Keluarga harmonis pula akan memberi pengaruh yang positif terhadapa
penyesuaian diri remaja dibandingkan dengan keluarga yang tidak harmonis.
b)
Kondisi
sekolah, kondisi sekolah yang sehat membuat remaja akan betah dan bangga
terhadap sekolahnya yang memberikan dasar bagi remaja untuk berperilaku
menyesuaikan diri secara harmonis di masyarakat, sebaliknya kondisi sekolah
yang tidak sehat akan membuat remaja tidak betah dan sering terjadi pelanggaran
hukum dan perkelahian akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap
penyesuaian diri remaja di masyarakat.
c)
Kelompok
sebaya, ada yang menguntungkan bagi perkembangan penyesuaian diri remaja
apabila kegiatan bersamanya dilakukan secara terarah, terprogram dan dapat
dipertanggungjawabkan secara psikologis, sosial dan moral, sebaliknya ada juga
yang menghambat apabila kegiatan kelompoknya tidak dilakukan secara terarah dan
tanpa tujuan yang jelas sehingga cenderung membuat kekacauan dan pelanggaran
yang merugikan masyarakat.
d)
Prasangka
sosial, yaitu adanya kecenderungan dari masyarakat yang menaruh prasangka buruk
terhadap kehidupan remaja, seperti memberi label sukar diatur, bandel, generasi
santai, semau gue, dan sebagainya sehingga akan menjadi kendala dalam
perkembangan penyesuaian diri remaja yang akan memperdalam jurang kesenjangan
dan merupakan sumber frustasi dan konflik.
e)
Faktor
hukum dan norma sosial, adalah pelaksanaan tegaknya hukum dan norma-norma dalam
masyarakat. Apabila dilaksanakan hanya sekedar slogan belaka tidak ditegakkan
sebagaimana mestinya akan menimbulkan remaja yang salah suai dan sebaliknya
bila dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku maka akan memberikan iklim
bagi timbulnya penyesuaian diri yang positif.
C.Karakteristik Penyesuaian Diri Remaja
Tidak selamanya
individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada
rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan
penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau
mungkin di luar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut
ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif
namun adapula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri dengan salah.
a)
Penyesuaian
diri secara positif
Mereka yang tergolong
mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai
berikut :
1)
Tidak
menunjukkan adanya ketegangan emosional.
2)
Tidak
menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
3)
Tidak
menunjukkan adanya frustasi pribadi.
4)
Memiliki
pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
5)
Mampu
dalam belajar.
6)
Menghargai
pengalaman.
7)
Bersifat
realistik dan obyektif.
Dalam melakukan
penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai
bentuk, antara lain :
1)
Penyesuaian
dengan menghadapi masalah secara langsung
2)
Penyesuaian
dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)
3)
Penyesuaian
dengan trial and error atau coba-coba
4)
Penyesuaian
dengan substitusi (mencari pengganti)
5)
Penyesuaian
diri dengan menggali kemampuan diri
6)
Penyesuaian
dengan belajar
7)
Penyesuaian
dengan inhibisi dan pengendalian diri
8)
perencanaan penyesuaian dengan yang cermat
b)
Penyesuaian
diri yang salah
Kegagalan dalam
melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu
melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah di tandai dengan
berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap
yang tidak realistis, agresif, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam
penyesuaian diri yang salah yaitu: (i) reaksi bertahan, (ii) reaksi menyerang, dan (iii)reaksi
melarikan diri.
i. Reaksi bertahan (Defence Reaction)
Individu
berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah olah tidak menghadapi kegagalan.
Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan.
Bentuk khusus reaksi ini antara lain :
1.
Rasionalisasi,
yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan (dalam) untuk membenarkan
tindakannya.
2.
Represi,
yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak kealam
tidak sadar. Ia berusaha melupakan penglamannya yang kurang menyenangkan.
Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang
gadis.
3.
Proyeksi,
yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari
alasan yang bisa diterima, misalnya seorang murid tidak lulus ujian mengatakan
bahwa gurunya membenci dirinya.
4.
“Sour
Grapes” (anggur kecut), yaitu dengan memutar balikkan kenyataan misalnya,
seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin ketiknya rusak,
padahal dia sendiri tidak bisa mengetik
dan Sebagainya.
ii. Reaksi menyerang (aggressive reaction)
Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan
tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau
menyadari kegagalannya. Reaksi reaksi yang tampak dalam tingkah laku :
1.
Selalu
membenarkan diri sendiri.
2.
Mau
berkuasa dalam setiap situasi.
3.
Mau
memiliki segalanya.
4.
Bersikap
senang mengganggu orang lain.
5.
Menggertak
baik dengan ucapan maupaun tindakan.
6.
Menunjukkan
sikap permusuhan secara terbuka.
7.
Menunjukan
sikap permusuhan secara terbuka.
8.
Keras
kepala dalam perbuatannya.
9.
Bersikap
balas dendam.
10.
Memperkosa
hak orang lain.
11.
Tindakan
yang serampangan.
12.
Marah
secara sadis.
iii. Reaksi melarikan diri ( Escape Reaction)
Dalam reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang
salah akan melarikan diri dari situasi
yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai
berikut : berfantasi yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk
angan-angan seolah-olah sudah tercapai, banyak tidur, minum-minuman keras,
bunuh diri, menjadi pecandu ganja.
D.Masalah Penyesuaian Diri di Sekolah
Berdasarkan
karakteristik penyesuaian diri remaja dan berbagai sifat komplektisitas
kehidupan disekolah, ada beberapa masalah umum yang sering timbul dalam proses
penyesuaian diri remaja disekolah, antara lain yaitu :
1)
Masalah
pemilihan program studi
Di sekolah
lanjutan atas pemilihan program studi sering tergantung pada kehendak orang tua
pada satu pihak dan keputusan sekolah pada pihak lain tanpa mempertimbangkan
kemampuan, bakat dan minat siswa. Hal ini membuat siswa tidak mempersiapkan
diri untuk suatu program studi, akibatnya banyak siswa yang merasa tidak mampu
menyesuaikan diri dengan jurusan program studinya karena tidak ada kecocokan
akibatnya akan timbul melemahnya motivasi belajar, prestasi belajar yang buruk
bahkan akan menyebabkan kegagalan karena tidak naik kelas
2)
Masalah
menemukan cara kebiasaan belajar yang baik
Saratnya muatan
kurikulum disekolah tidak jarang memberatkan siswa dalam mengejar target yang
telah digariskan oleh guru/sekolah yang merupakan keharusan dalam
mengantisipasi dan mengakomodasi kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan kelebihan dan keterbatasannya siswa dituntut untuk
menyesuaikan diri. Padahal tidak semua siswa mempunyai kapasitas bakat dan
intelektual yang sama, akibatnya banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar
yang dapat dilihat dari rendahnya evaluasi belajar pada tingkat sekolah maupun
tingkat nasional.
3)
Masalah
penyesuaian diri terhadap pergaulan sesama teman
Beraneka ragam
kepribadian siswa disekolah akan terlihat pada pola dan corak prilaku mereka,
hal ini menuntut kemampuan penyesuaian yang tinggi dari seorang siswa. Sikap
mengerti/memahami teman, dan toleransi merupakan sesuatu yang sangat
diperlukan, permasalahannya adalah bahwa siswa sekolah menengah masih dalam
taraf belajar untuk bersikap demikian, mereka masih terbawa sifat egois, emosi
yang belum stabil, masih ingin diperhatikan, dan sebagainya. Hal ini sering
menimbulkan kesalahpahaman sehingga sering terjadi perkelahian antar pelajar
yang bersumber pada solideritas yang membabi buta, fanatisme terhadap sekolah
yang terlalu kuat serta penilaian harga diri yang berlebihan.
4)
Masalah
penyesuaian terhadap hubungan dengan guru
Memasuki
sekolah menengah akan berhadapan dengan kenyataan bahwa untuk menempuh sejumlah
bidang studi ia harus berhadapan dengan sejumlah karakter kepribadian guru yang
tidak sama. Hal ini mengharuskan siswa untuk mengembangkan kemampuan
penyesuaian diri dengan tuntutan, harapan, dan corak kepribadian guru
disekolah. Apabila tidak mampu akan menimbulkan sumber konflik hubungan
guru-siswa yang akan merugikan kepentingan siswa, siswa akan benci kepada
gurunya yang akan berpengaruh terhadap minat dari bidang studi yang
diajarkannya.
E.Upaya Penanganan Masalah Penyesuaian Diri Remaja
Siswa usia
sekolah menengah yang berada pada masa perkembangan remaja, tidak semua mampu
melakukan penyesuaian diri secara positif terhadap lingkungannya sehingga akan
muncul gejala-gejala perilaku salah suai / maladjusted. Perilaku salah
suai yang dilakukan sebagai kenakalan remaja dapat dilihat berupa gejala-gejala
yang dilakukan dari taraf yang paling ringan sampai kepada taraf yang paling
berat dan melawan perbuatan hukum seperti ; berbohong memutar balikan fakta
untuk tujuan menipu atau menutupi kesalahan, membolos, membawa buku-buku porno,
menghisap obat – obatan terlarang, menyontek pada saat ulangan, menentang guru
dan sebagainya.
Perilaku salah
suai pada remaja akan berakibat negatif bagi perkembangan pribadinya maupun
masyarakat. Remaja yang berperilaku salah suai muncul sebagai akibat
ketidakmampuan siswa dalam melakukan penyesuaian diri secara positif terhadap
lingkungan, gejala ini akan terlihat pada perilaku remaja yang tidak pernah
matang / terlambat dalam cara berpikir dan bertindak sehingga cenderung
kekanak-kanakan. Sedangkan akibat negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat
adalah ketidaktertiban dan ketidakamanan situasi yang diakibatkan dari perilaku
salah suai tersebut. Dari lingkungan sekolah akibat negatif yang muncul dari
prilaku salah suai adalah terganggunya proses belajar mengajar dalam kelas yang
akan berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan belajar.
Untuk
menanggulangi masalah-masalah yang timbul dari perilaku salah suai, dapat
ditempuh melalui tindakan preventif, refresif, kuratif dan rehabilitasi.
1)
Tindakan
preventif
Pendekatan ini dilakukan melaui upaya mencegah timbulnya perilaku
salah suai. Upaya pencegahan secara umum meliputi :
a.
Upaya
mengenal ciri umum dan ciri khas perkembangan remaja.
b.
Mengetahui
dan memahami jenis kesulitan yang dialami remaja.
c.
Upaya
pembinaan yang mencakup ; menguatkan sikap mental remaja agar mampu mengatasi
semua persoalan yang dihadapinya, memberikan pembinaan mental melalui
pendidikan mental melalui pendidikan agama, budi pekerti dan etika.
d.
Menyelesaikan
sarana tempat remaja mengaktualisasikan bakat dan potensinya serta menyalurkan
pemenuhan kebutuhan untuk membantu perkembangan kepribadian yang optimal.
e.
Upaya
memperbaiki lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga dan masyarakat.
Dengan upaya pembinaan yang terarah, diharapkan remaja akan mampu
mengembangkan diri dengan baik sehingga akan dicapai keseimbangan diri yang
ditandai oleh adanya keseimbangan antara aspek rasio dan emosi. Upaya
pencegahan yang bersifat khusus dilakukan dalam bentuk pendidikan mental yang
menjadi tanggung jawab kepala sekolah, para guru dan konselor.
Layanan bimbingan konseling diharapkan dapat membantu siswa agar
mampu mempunyai pengetahuan diri, pemahaman diri, penerimaan diri dan penyesuaian
diri.
2)
Tindakan
refresif
Tindakan refresif adalah tindakan yang berupa pemberian sanksi dan
hukuman apabila perilaku salah suai telah melampaui batas toleransi norma dan
moral. Di sekolah pihak yang paling berwenang dalam pemberian hukuman adalah
kepala sekolah dan guru apabila berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pada
umumnya tindakan refresif diberikan dalam bentuk peringatan secara lisan maupun
tertulis kepada siswa/orangtua, untuk melakukan pengawasan secara khusus yang
dilakukan kepala sekolah, team guru dan konselor melalui hukuman skorsing
sampai pada tingkat dikeluarkan dari sekolah.
3)
Tindakan
kuratif dan rehabilitasi
Tindakan kuratif dan rehabilitasi adalah tindakan yang dilakukan
sebagai upaya pengatasan melalui cara re-edukasi terhadap perilaku salah suai
dalam taraf yang berat dengan bekerja sama dan melibatkan lembaga ahli dibidang
psikologi dan psikiatri.
BAB III
PELAKSANAAN OBSERVASI
A.Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Observasi dilakukan pada :
Hari / Tanggal : Selasa, 26 April 2016
Waktu : 09.00 – 10.00 WIB
Tempat : SMP Negeri 3 Cibinong
Alamat : Jl. Raya Karadenan, Karadenan, Cibinong,
Kab. Bogor.
B.Subyek Observasi
Subyek
observasi yang penulis pilih sebagai narasumber observasi yaitu guru bahasa
inggris sekaligus wali kelas VII-3, SMPN 3 Cibinong.
C.Variabel Observasi
Variabel observasi yang menjadi titik tolak penulis adalah bertumpu
pada upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam mengatasi penyesuaian
peserta didik baru di SMPN 3 Cibinong.
D.Teknik Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam melakukan wawancara hanya
mellibatkan guru bahasa inggris sekaligu wali kelas 7.
BAB III
HASIL OBSERVASI
A.Pembahasan Hasil Wawancara
Pada normalnya setiap anak yang akan beranjak remaja dan menuju kedewasaan
pasti mengalami pertumbuhan ataupun perkembangan dalam dirinya. Sehingga, dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak itu pastilah ia akan mengalami penyesuaian
diri dan ia dituntut untuk bisa menyesuaikan dirinya dengan keaadaan baru yang
mungkin akan baru ia rasakan ketika beranjak remaja.
Berdasarkan observasi yang telah penulis lakukan, ternyata terdapat
beberapa masalah penyesuaian diri yang timbul ketika mulainya tahun ajaran baru
di sekolah, yaitu ketika masuknya peserta didik / siswa baru yang akan
beradaptasi dengan lingkungan barunya di sekolah menengah pertama atau SMP.
Peralihan antara peserta didik sekolah dasar yang baru memasuki sekolah
menengah pertama ternyata mencirikan beberapa sikap yang masih dimilikinya
ketika ia di sekolah dasar.
Pada penuturan ibu Hj. Indah Harjanto, M.Pd selaku guru bahasa
inggris sekaligus wali kelas untuk kelas VII-3 atau kelas 1 SMP, menurutnya
peserta didik sekolah dasar yang baru memasuki lingkungan sekolah menengah
mengalami beberapa kesulitan penyesuaian diri, diantaranya adalah mata
pelajaran yang baru mereka rasakan ketika di SMP. Bagi mereka yang memiliki
kelemahan dalam mencerna pelajaran baru ini pasti akan mengalami kesulitan
untuk menerima setiap materi yang diberikan oleh guru kepadanya. Mereka yang
memiliki basic menghitung rendah juga akan mengalami kesulitan
menghitung dalam menghadapi matematika di sekolah menengah. Lalu, pelajaran ipa
dan ips yang biasa mereka pelajari di sekolah dasar ketika di sekolah menengah
akan bercabang lagi menjadi kimia, fisika, biologi dan sejarah, ekonomi serta
geografi. Ternyata ini menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang memiliki basic
lemah dalam belajar.
Selain mata pelajaran yang baru mereka dapati, cara belajar punya
menjadi permasalahan yang sulit untuk dihilangkan langsung. Pasalnya mereka
yang kelas VII atau kelas 1 ini merupakan peralihan dari kelas 6 SD yang pada
dasarnya masih senang untuk bermain-main serta bercanda dan selalu hiperaktif
tidak bisa diam. Cara belajar yang biasa mereka lakukan di sekolah dasar, masih
terbawa pada semester 1 di kelas VII. Contohnya, ketika guru sedang menjelaskan
pelajaran didepan kelas selalu ada siswa yang tidak bisa diam, baik itu ia jalan-jalan
ke bangku temannya ataupun selalu mengobrol dan tertawa dengan keras layaknya
anak-anak di sekolah dasar. Terlihat juga ketika pada mata pelajaran yang
kosong tidak ada guru, mereka akan bermain-main dengan mengetuk-ngetuk bangku
ataupun meja, serta selalu berlarian keluar kelas yang membuat kelas
disampingnya menjadi terganggu konsentrasi belajarnya.
Permasalahan lain yang muncul adalah tidak aktifnya ketika KBM
dimulai. Terdapat beberapa siswa yang masih belum bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan barunya, seperti mereka masih kerap kali diam ketika guru sedang
menanyakan suatu materi kepadanya. Terdapat beberapa siswa yang malu-malu,
padahal ia dapat dikategorikan anak yang cerdas namun ia masih seringkali malu
untuk menjawab pertanyaan dari guru dan itu mungkin dikarenakan ia masih belum
bisa menyesuaikan diri dengan suasana kelas. Selain itu, terdapat beberapa
siswa yang lebih memilih diam dikelas atau diam dibangkunya tanpa berbaur
dengan teman lainnya. Itu bisa saja dikarenakan ia masih takut, dan masih belum
bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman barunya.
Permasalahan selanjutnya adalah tentang absensi kehadiran di kelas.
Ada salah satu siswa, yang memang ia seorang pendiam dan cenderung lemah dalam
menerima materi pembelajaran. Namanya adalah Bintang, ia seringkali tidak masuk
sekolah tanpa keterangan. Sampai pada akhirnya, ketika wali kelas menghubungi
orang tua siswa itu ternyata alasannya adalah takut. Ia berkata takut karena ia
tidak bisa dan tidak mengerti bagaimana cara untuk bersosialisasi dengan teman
sekelasnya. Ia malu untuk berbicara terlebih dahulu kepada temannya, alhasil ia
menjadi anak yang pendiam dan tidak banyak mengobrol seperti teman kelasnya
yang lain. Ia juga mengatakan bahwa ia sama sekali tidak mengerti materi
pelajaran yang ia terima, sehingga membuatnya seringkali membolos tidak masuk.
Adapun upaya yang telah dilakukan guru-guru kepada Bintang adalah membujuknya
kembali untuk bisa masuk sekolah dan lebih bisa berkenalan dengan teman
sekelasnya dengan dibantu oleh guru-guru ketika mengajar dikelas. Guru-guru pun
bekerja sama dengan orang tua Bintang untuk memberikan motivasi kepadanya agar
tidak malas untuk masuk sekolah dan tidak mengizinkannya untuk membolos.
Pada akhirnya Bintang kembali masuk sekolah dengan rajin, namun
ketika masuk semester 2 ia pindah sekolah dikarenakan orangtuanya berpindah
tugas ke Bandung. Sangat disayangkan, karena ia sudah mulai bisa untuk
menyesuaikan dirinya terhadap teman dan guru-guru dikelas tapi sudah harus
menyesuaikan dirinya kembali ditempat barunya itu.
Lalu bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru-guru di SMPN 3
Cibinong untuk mengatasi permasalahan siswa baru yang sering terjadi di awal
tahun ajaran baru? Sebagaimana penuturan dari ibu Hj. Indah Harjanto, M.Pd,
karena permasalahan ini seringkali terjadi makan guru-guru disini telah
memiliki trik khusus tersendiri dalam menyikapinya. Untuk ibu Hj. Indah
Harjanto, M.Pd sendiri, beliau mengatakan bahwa dirinya harus bersabar untuk
menghadapi sikap peserta didiknya yang baru tersebut. Dengan selalu memiliki
kesabaran dalam mengajar, dan harus dengan perlahan dan metode pembelajaran
yang khusus agar siswa-siswa dapat menerima dengan mudah pelajaran yang
diberikan olehnya. Selain itu dilakukan peneguran-peneguran kecil pada siswa
yang sering bermain-main dan suka bercanda tanpa harus mengikutsertakan
kekerasan didalamnya. Cukup dengan teguran halus yang bisa membuatnya mengerti
untuk tidak berisik ketidak KBM berlangsung.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pada observasi
ini menunjukan bahwa timbul berbagai macam masalah pada peserta didik baru yang
mengalami masa transisi SD ke SMP. Sebagian mereka yang memang belum siap,
mereka masih saja membawa sifat asalnya yaitu sifat saat mereka masih duduk di
sekolah dasar.
Permasalahan
ini kerap kali muncul pada masa awal tahun ajaran baru di sekolah menengah,
alasannya karena proses perkembangan peserta didik yang masih anak-anak menuju
proses keremajaan. Mereka belum mampu menyesuaikan diri dengan baik ketika
berada di lingkungan sekolah menengah baru yang berbeda dengan sekolah dasar.
Lantas, berbagai
upayapun telah disiapkan oleh para guru di SMPN 3 Cibinong untuk menghadapi
siswa barunya. Sehingga, ini dapat meminimalisir angka kegagalan penyesuaian
diri pada diri siswa. Guru-guru diharapkan mampu untuk memotivasi siswa baru,
agar dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, guru, teman, dan cara
belajar baru yang akan membedakannya dengan mereka dahulu. Pada akhirnya, setiap
penyesuaian diri pasti butuh proses dan selalu bertahap tidak bisa berlangsung
secara instan.
B.Saran
Berdasarkan hasil yang telah dilakukan
adapun beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
a)
Bagi mahasiswa
1.
Mahasiswa
sebagai calon guru hendaknya mengetahui bagaimana upaya guru-guru di sekolah
menengah dalam mengatasi penyesuaian peserta didik yang dalam transisi masa SD
menuju SMP
2.
Mahasiswa
hendaknya memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan, bukan hanya materi saja
namun juga harus mampu memotivasi siswanya nanti agar kelak dapat menyesuaikan
dirinya untuk belajar
b)
Bagi guru
Guru hendaknya
mengetahui upaya apa yang sepantasnya dilakukan agar siswa dapat menyesuaikan
dirinya dengan lancar tanpa ada hambatan.
c)
Bagi penulis
lain
Penulis lain diharapkan mencari
referensi yang lebih relevan sebagai bahan dalam pembuatan makalah atau laporan
hasil observasi guna menciptakan tulisan yang lebih bermanfaat khususnya untuk
dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Sulistianingsih.
Bimbingan dan Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: STKIP Kusumanegara
Jakarta. 2008
Diakses tanggal 26 April 2016, pukul 15.00 WIB
[2]
http://dezrecx.blogspot.co.id/2015/03/konsep-penyesuaian-diri-peserta-didik.html
Diakses tanggal 26 April 2016, pukul 15.46 WIB
[3]
http://ayolahbuka.blogspot.co.id/2013/04/permasalahan-dan-upaya-penanganan.html
Diakses tanggal 26 April 2016, pukul 15.47 WIB
[4]
http://lelysholehah.blogspot.co.id/2015/04/laporan-hasil-observasi.html
Diakses tanggal 26 April 2016, pukul 15.48 WIB
[5]
http://arief-yec.blogspot.co.id/2014/04/konsep-penyesuaian-diri-remaja.html
Diakses tanggal 26 April 2016, pukul 15.50 WIB
0 komentar:
Posting Komentar