FILSAFAT ILMU
ILMU DAN BAHASA
Disusun Oleh :
1. Dea Tita Hastika (20158300219)
2. Debi Paradita (20158300210)
3. Indah Sari (20138300315)
4. Ines Novika Santia (20158300215)
5. Intan Septiana (20158300100)
Dosen Pengampu
Andy Ahmad, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP KUSUMA NEGARA JAKARTA
2016
Ilmu dan Bahasa
A.
Terminologi
: Ilmu, Ilmu Pengetahuan dan Sains
Dua Jenis Ketahuan
Manusia
dengan segenap kemampuan kemanusiaannya seperti perasaan, pikiran, pengalaman,
pancaindra dan intuisi mampu menangkap alam kehidupannya dan mengabstraksikan
tangkapan tersebut dalam dirinya dalam berbagai bentuk “ketahuan” seperti
kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah dan filsafat.[1]
Terminologi ketahuan ini adalah terminologi artifisial yang bersifat
sementara sebagai alat analisis yang pada pokoknya diartikan sebagai
keseluruhan bentuk dari produk kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui
sesuatu. Apa yang kita peroleh dalam proses mengetahui tersebut tanpa
memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya kita masukka ke dalam kategori yang
disebut ketahuan ini. Dalam bahasa Inggris sinonim dari ketahuan ini adalah knowledge.
Ketahuan
atau knowledge ini merupakan terminologi generik yang mencakup segenap
bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, matematika, seni, bela diri,
cara menyulam dan biologi. Untuk membedakan tiap-tiap bentuk dari anggota
kelompok ketahuan (knowledge) ini terdapat tiga kriteria yakni:
1.
Obyek Ontologis
Apakah obyek yang ditelaah yang membuahkan ketahuan (knowledge)
tersebut? Kriteria ini disebut obyek ontologis umpamanya ekonomi
menelaah hubungan antara manusia dengan benda/jasa dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya dan manajemen menelaah kerja sama manusia dalam mencapai
tujuan yang telah disetujui bersama.
2.
Landasan Epistemologis
Cara yang dipakai untuk mendapatkan ketahuan (knowledge)
tersebut; atau dengan perkataan lain, bagaimana caranya mendapatkan ketahuan (knowledge)
itu? Kriteria ini disebut landasan epistemologis yang berbeda untuk tiap
bentuk apa yang diketahui manusia. Umpamanya landasan epistemologis matematika
adalah logika deduktif dan landasan epistemologis kebiasaan adalah
pengalaman dan akal sehat. Landasan epistemologis ditandai dengan metode
ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan
pengajuan hipotesis atau yang disebut logico-hyphotetico-verifikasi;
3.
Landasan aksiologi
Untuk apa ketahuan (knowledge) itu dipergunakan
atau nilai kegunaan apa yang dipunyai olehnya? Kriteria ini disebut landasan
aksiologis yang juga dapat dibedakan untuk tiap jenis ketahuan (knowledge).
Nilai kegunaan seni pencak jelas berbeda dengan nilai kegunaan filsafat atau
fisika nuklir.
Jadi Seluruh bentuk dapat
digolongkan kedalam kategori pengetahuan (knowledge) dimana
masing-masing bentuk dapat dicirikan oleh karakter obyek ontologis, landasan
epistemologis dan landasan aksiologi masing-masing. Salah satu bentuk knowledge
ditandai dengan:
1)
Obyek Ontologis yaitu pengalaman
manusia yakni segenap ujud yang dapat dijangkau lewat panca indra atau alat yang
membantu kemampuan pancaindra;
2)
Landasan epistemologis yaitu metode
ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif dan logika induktif dengan
pengajuan hipotesis atau yang disebut logico-hyphotetico-verifikasi;
3)
Landasan aksiologi: kemaslahatan
manusia artinya segenap ujud pengetahuan itu secara moral ditujukan untuk
kebaikan hidup manusia.
Bentuk ketahuan (knowledge)
ini dalam bahasa Inggris adalah science. Dengan demikian, maka
masalahnya adalah terdapat perbedaan antara knowledge dan science;
antara ketahuan yang bersifat generik dan bentuk ketahuan yang spesifik yang
mempunyai obyek ontologis, landasan epistemologis dan landasan aksiologis yang
khas.
Beberapa Alternatif
Alternatif pertama adalah
menggunakan ilmu pengetahuan untuk science dan pengetahuan untuk knowledge.
Hal ini yang sekarang umum dipakai, walaupun dalam penggunaannya masih memiliki
beberapa kelemahan.
Alternatif kedua didasarkan kepada
asumsi bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah dua kata benda yaitu ilmu
dan pengetahuan. Dalam hal ini maka yang lebih tepat kiranya adalah penggunaan
kata pengetahuan untuk knowledge dan ilmu untuk science. Dengan
demikian, social sciences diterjemahkan dengan ilmu-ilmu sosial dan natural
sciences dengan ilmu-ilmu alam Ilmu-ilmu alam dan Ilmu-ilmu sosial ini
termasuk humaniora (seni, filsafat, bahasa dan sebagainya) termasuk kedalam
pengetahuan yang merupakan terminologi generik. Kata sifat dari ilmu adalah
ilmiah atau keilmuan; metode yang dipergunakan dalam kegiatan ilmiah adalah
metode ilmiah; dan ahli dalam bidang keilmuan adalah ilmuwan.
B.
Quo Vadis
Dalam
Konperensi Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III LIPI yang berlangsung di
Jakarta pada tanggal 15-19 September 1981 terdapat suatu saran agar
dipergunakan terminologi ilmu untuk science dan pengetahuan untuk knowledge
dengan alasan :
1)
Ilmu (species) adalah sebagian dari
pengetahuan (genus);
2)
Dengan demikian maka ilmu adalah
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni ciri-ciri ilmiah, atau
dengan perkataan lain, ilmu adalah sinonim dengan pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge);
3)
Menurut tata bahasa Indonesia
berdasarkan hukum D(iterangkan)/M(enerangkan) maka ilmu pengetahuan adalah ilmu
(D) yang bersifat pengetahuan (M) dan pernyataan ini pada hakikatnya adalah
salah sebab ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah;
4)
Ilmu pengetahuan dapat diartikan
sebagai ilmu dan pengetahuan.
Ternyata
dalam konperensi tersebut terdapat pendapat lain yang sangat berbeda yakni :
1)
Ilmu merupakan genus di mana
terdapat bermacam species, seperti ilmu kebatinan, ilmu agama, ilmu
filsafat dan ilmu pengetahuan;
2)
Dengan demikian maka terminologi
ilmu pengetahuan adalah sinonim dengan scientific knowledge;
3)
Ilmu adalah sinonim dengan knowledge
dan pengetahuan dengan science;
4)
Berdasarkan hukum DM maka ilmu pengetahuan
adalah ilmu (knowledge) yang bersifat pengetahuan (scientific).
Terminologi Ilmu untuk science dan pengetahuan untuk knowledge,
secara defacto dalam kalangan dunia keilmuwan terminologi ilmu sudah
sering dipergunakan seperti dalam metode ilmiah dan ilmu-ilmu sosial atau
ilmu-ilmu alam.
Ilmu kebatinan adalah salah sebab seharusnya kebatinan bukan ilmu melainkan
pengetahuan. Dengan mengambil ilmu pengetahuan untuk scientific knowledge,
ilmu untuk knowledge, dan pengetahuan untuk science, maka harus
dibedakan beberapa perubahan antara lain (1) metode ilmiah harus diganti dengan
metode pengetahuan; (2) ilmu
sosial itu harus diganti dengan pengetahuan sosial; (3) ilmuan harus diganti dengan ahli pengetahuan. Dengan demikian
terminologi yang berkaitan dengan dunia keilmuan secara tuntas dapat
dijernihkan
C.
Politik
Bahasa Nasional
Bahasa mempunyai dua fungsi yaitu;
(1) sebagai sarana komunikasi antarmanusia dan (2) sebagai sarana budaya yang
mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi
pertama dapat disebut sebagai fungsi komunikatif dan fungsi kedua sebagai
fungsi kohesif atau integratif.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa
Indonesia memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan alasan utama
yaitu fungsi kohesif bahasa Indonesia sebagai sarana yang mengintegrasikaan
berbagai suku ke dalam satu bangsa yakni Indonesia.
Selaku alat komunikasi pada pokoknya
bahasa mencakup tiga unsur yakni, pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk
menyampaikan pesan yang berkonotasi perasaan (emotif), kedua, berkonotasi sikap
(afektif) dan ketiga, berkonotasi pikiran (penalaran). Secara umum dapat
dikatakan bahwa fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut menjadi
fungsi emotif, afektif dan penalaran.
Perkembangan bahasa pada dasarnya
adalah pertumbuhan ketiga fungsi komunikatif tersebut agar mampu mencerminkan
perasaan, sikap dan pikiran suatu kelompok masyarakat yang mempergunakan bahasa
tersebut. Kaitan antara fungsi komunikasi dan fungsi kohesif dari bahasa ialah
untuk dapat mencerminkan kemajuan zaman maka fungsi komunikasi bahasa harus
secara terus menerus dikembangkan, namun walaupun demikian harus secara sadar
dan waspada kita jaga agar fungsi kohesif dari bahasa Indonesia yang merupakan
milik yang sangat berharga dalam berbangsa dan bernegara tetap terpelihara dan
kalau mungkin bahkan lebih ditingkatkan lagi.
[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2009, hlm. 291.
0 komentar:
Posting Komentar