Jumat, 27 Januari 2017

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Pancasila Sebagai Dasar Negara

A.     Hubungan Pancasila dengan pembukaan UUD RI tahun 1945.
Landasan historis Pancasila sebagai dasar negara terkait dengan nilai-nilai kultur bangsa Indonesia yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Secara historis, dapat pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan para pendiri bangsa (the founding father) ini dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka. Adalah dr. Radjiman Widiodiningrat selaku ketua BPUPKI yang menanyakan kepada peserta sidang I BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 dengan kalimat “Indonesia merdeka yang akan kita bentuk apa dasarnya?” Menanggapi pernyataan ketua tersebut, beberapa anggota BPUPKI berpidato menyatakan hal-hal tentang apa dasar dari Negara Indonesia merdeka di kelak kemudian hari.
Moh. Yamin pada pidato tanggal 29 Mei 1945 menyatakan “…ialah suatu kewajiban yang sangat teristimewa. Kewajiban untuk ikut menyelidiki bahan-bahan yang akan menjadi dasar dan susunan Negara yang akan terbentuk dalam suasana kemerdekaan, yang telah diakui dan dibela rakyat Indonesia dengan kurban dan darah daging sejak berates-ratus tahun,…”(Risalah sidang BPUPKI & PPKI, Setneg, 1998)
Prof. Mr. Soepomo pada pidato tanggal 31 Mei 1945 menyatakan “Paduka Tuan Ketua, hadirin yang terhormat! Soal yang kita bicarakan ialah bagaimanakah akan dasar-dasarnya Negara Indonesia merdeka.” (Risalah sidang BPUPKI & PPKI, Setneg, 1998)
R.P. Soeroso pada waktu memberi peringatan kepada Mr. Muhammad Yamin dalam pidato tanggal 29 Mei 1945, antara lain mengatakan: “Sebagai diterangkan oleh tuan Ketua, tuan Radjiman tadi yang dibicarakan ialah dasar-dasar Indonesia Merdeka…” (Risalah sidang BPUPKI & PPKI, Setneg, 1998)
Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pendiri Negara hendak mencari hal-hal atau bahan-bahan yang akan menjadi dasarnya Negara Indonesia merdeka. Dalam perkembangan selanjutnya bahan atau hal-hal tersebut dirumuskan menjadi 5 (lima) dasar dan disepakati sebagai dasar Negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Landasan Yuridis Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945,  “…..maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdaar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi selutuh rakyat Indonesia”
Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitu pada Pembukaan UUD 1945, maka fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya adalah sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978). Hal ini mengandung konsekuensi yuridis, yaitu bahwa seluruh peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Praturan-peraturan Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia) harus sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dengan kata lain, isi dan tujuan Peraturan Perundang-undangan RI tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila.
Berdasarkan penjelasan diatas hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat formal dan hubungan yang bersifat material.
1.      Hubungan yang bersifat formal, menunjuk pada tercantumnya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD alinea keempat yang mengandung pengertian bahwa “tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religus dan asas-asas kenegaraan yang unsur-unsurnya terdapat dalam Pancasila”
            Pembukaan UUD 1945 merupakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental sehingga dalam tata tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan, yaitu :
1.      Sebagai Dasarnya, karena Pembukaan itulah yang memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia;
2.      Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
            Akibat hukum dari kedudukan Pembukaan ini adalah memperkuat kedudukan Pancasila sebagai norma dasar hukum tertinggi yang tidak dapat diubah dengan jalan hukum dan melekat pada kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.
            Pembukaan UUD yang berintikan Pancasila merupakan sumber bagi Batang Tubuh UUD 1945. Hal ini disebabkan karena kedudukan hukum Pembukaan UUD berbeda dengan pasal-pasal atau Batang Tubuh UUD 1945, yaitu Pembukaan UUD 1945 selain sebagai Mukaddimah, Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan atau eksistensi sendiri.
2.      Hubungan yang bersifat material, menunjuk pada materi pokok atau isi Pembukaan dari Pancasila. Karena isi kandungan material Pembukaan UUD 1945 itulah maka Pembukaan UUD 1945 disebut sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, sebagaimana yang dinyatakan oleh Notonagoro, esensi atau intisari Pokok Kaidah Negara yang Fundamental secara material adalah Pancasila.
            Menurut pandangan Kaelan (2000; 92), jika ditinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan, maka secara kronologis materi yang pertama-tama di bahas oleh BPUPKI adalah Dasar Filsafat Pancasila, baru kemudian Pembukaan. Setelah sidang pertama BPUPKI membicarakan Dasar Filsafat Negara Pancasila selesai, berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia Sembilan yang merupakan wujud pertama Pembukaan UUD 1945.
            Dalam tertib hukum Indonesia diadakan pembagian yang hirarkis. UUD bukanlah peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya masih ada dasar pokok bagi UUD, yaitu Pembukaan sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental yang didalamnya termuat Pancasila. Walaupun UUD merupakan hukum dasar Negara Indonesia yang tertulis, namun kedudukannnya bukanlah sebagai landasan hukum yang terpokok.
            Menurut teori dan keadaan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental dapat ;
1.      Tertulis, Pokok Kaidah yang tertulis mengandung kelemahan, yaitu sebagai hukum positif, dengan kekuasaan yang ada dapat diubah walaupun sebenarnya tidak sah. Pokok Kaidah yang tertulis juga memiliki kekuatan, yaitu memiliki formulasi yang tegas dan sebagai hukum positif mempunyai sifat imperative yang dapat dipaksakan.
      Pokok Kaidah yang tertulis bagi negara Indonesia pada saat ini ialah Pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah, karena menurut Bakry, fakta sejarah yang terjadi hanya satu kali tidak dapat diubah. Pembukaan UUD 1945 dapat juga tidak digunakan sebagai Pokok Kaidah tertulis yang dapat diubah oleh kekuasaan yang ada, sebagaimana perubahan ketatanegaraan yang pernah terjadi saat berlakunya Mukadimah UUDS 1950.
2.      Tidak Tertulis, Pokok Kaidah yang tidak tertulis memiliki kelemahan, yaitu karena tidak tertulis maka formulasinya tidak tertentu dan tidak jelas sehingga mudah tidak diketahui atau tidak diiingat. Pokok Kaidah tidak tertulis juga memiliki kekuatan, yaitu tidak dapat diubah atau dihilangkan oleh kekuasaan karena bersifat imperative moral dan terdapat dalam jiwa bangsa Indonesia.

B.     Penjabaran Pancasila dalam pasal – pasal UUD 1945.
      Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan, cita-cita dan hukum  dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumber dar pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD 1945. Hubungan Pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis.
1.      Hubungan Kausal, mengandung pengertian Pembukaan UUD 1945 merupakan penyebab keberadaan batang tubuh UUD 1945.
2.      Hubungan Organis, berarti Pembukaan dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
      Dengan dijabarkannya popok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yang bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila bukan hanya suatu cita-cita hukum, tetapi telah menjadi hukum positif.
      Sesuai dengan penjelasan UUD 1945, pembukaan mengandung 4 pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Keempat pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pokok pikiran pertama berintikan “Persatuan”, yaitu “negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
[Pasal 35 (Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih), Pasal 36 (Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia), Pasal 36A (Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika) dan Pasal 36B (Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya) menjadi pemersatu bangsa.]
2.      Pokok pikiran kedua berintikan “Keadilan sosial”, yaitu “negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”
Pasal 27 ayat 2, (Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.)
3.      Pokok pikiran ketiga berintikan “Kedaulatan Rakyat”, yaitu “negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”
Pasal 1 ayat 2, (Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.)
4.      Pokok pikiran keempat berintikan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yaitu “negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adali dan beradab”.
Pasal 29 ayat 1, (Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.)
      Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan diterima dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu negara yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiran pertama ini, mengatasi paham golongan dan segala paham perorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran ini maka persatuan merupakan dasar negara yang utama. Oleh karena itu, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau perorangan.
      Pokok pikiran kedua merupakan kausa finalis dalam Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan suatu tujuan atau suatu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam UUD sehingga tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepada pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan sosial merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
      Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Menurut Bakry, aliran sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Kedaulatan rakyat dalam pokok pikiran ini merupakan sistem negara yang menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
      Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran keempat Pembukaan UUD 1945 merupakan asas moral bangsa dan negara .
      MPR RI telah melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali secara berturut-turut terjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9 November 2001, dan 10 Agustus 2001. Menurut Rindjin, keseluruhan batang tubuh UUD 1945 yang telah mengalami amandemen dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu
1.      Pasal-pasal yang terkait aturan pemerintahan negara dan kelembagaan negara;
2.      Pasal-pasal yang mengatur hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial;
3.      Pasal-pasal yang berisi materi lain berupa aturan mengenai bendera negara, bahasa negara, lambang negara, lagu kebangsaan, perubahan UUD, aturan peralihan, dan aturan tambahan.
Beberapa contoh penjabaran Pancasila ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945
Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara
a.      Pasal 1 ayat (3) : Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan keadilan dan kebenaran dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.
b.      Pasal 3
ayat (1)  : MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD
ayat (2)  : MPR melantik Prisiden dan / atau Wakil Presiden
ayat (3) : MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan / atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
Hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
a.      Pasal 26 ayat (2) : Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
b.      Pasal 27 ayat (3) : Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
c.       Pasal 29 ayat (2) : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
d.      Pasal 31 ayat (2) : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
e.       Pasal 33 ayat (1) : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
f.        Pasal 34 ayat (2) : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Materi lain berupa aturan bendera negara, bahasa negara, lambing negara, dan lagu kebangsaan.
a.      Pasal 35     : Bendera Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih.
b.      Pasal 36     : Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
c.       Pasal 36A  : Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
d.      Pasal 36B  : Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
C.     Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang sosial, budaya, politik, ekonomi dan hankam.
      Pokok-pokok pikiran persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan pancaran dari Pancasila. Empat pokok pikiran tersebut mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Penjabaran keempat pokok pikiran Pembukaan ke dalam pasal-pasal UUD NRI tahun 1945 mencakup empat aspek kehidupan bernegara, yaitu: politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadi POLEKSOSBUD HANKAM.
1.      Aspek Kebijakan dalam Bidang Politik
a.      Pasal 26, mengatur tentang siapa saja yang menjadi warga negara (implementasi sila ke 2)
(1)   Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2)   Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3)   Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
b.      Pasal 27 ayat 1, tentang persamaan hak dan kewajiban (egaliter) (implementasi sila ke 2)
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
c.       Pasal 28, mengatur hak untuk berserikat,berkumpul dan menyatakan pendapat (sila ke 4)
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
            Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari Pokok-pokok Pikiran Kedaulatan Rakyat dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang masing-masing merupakan pancaran dari sila ke-4 dan ke-2 pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi kehidupan nasional bidang politik di Negara Republik Indonesia. Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik harus berdasar pada manusia yang merupakan subyek pendukung pancasila, sebagaimana dikatakan oleh Noto Nagoro bahwa yang berketuhanan, berkemanusiaan,berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan adalah manusia.    Manusia adalah subyek negara dan oleh karena itu politik negara harus berdasar dan merealisasikan harkat dan martabat manusia di dalamnya. Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara dapat menjamin hak-hak asasi manusia. Dengan kata lain, pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di Indonesia harus memperhatikan rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Selain itu, sistem politik yang dikembangkan adalah sistem yang memperhatikan pancasila sebagai dasar-dasar moral politik.
2.      Aspek Kebijakan dalam Bidang Ekonomi
a.      Pasal 27 ayat 2, berbicara tentang kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. (implementasi sila ke 5)
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
b.      Pasal 33, ayat berbicara tentang sistem ekonomi yang dikelola untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. (implementasi sila ke 4)
c.       Pasal 34,
(1)   Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(3)  Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
      Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari Pokok-pokok Pikiran Kedaulatan Rakyat dan Keadilan Sosial yang masing-masing merupakan pancaran dari sila ke 4 dan sila ke-5 pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan sistem ekonomi pancasila dan kehidupan ekonomi nasional. Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang ekonomi di indonesia dimaksudkan untuk menciptakan sistem perekonomian yang bertumpu pada kepentingan rakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikiran yang sesuai dengan maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatan yang dilontarkan oleh Mubyarto, yaitu pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan, melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa. Dengan kata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa di pisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan.
3.      Aspek Kebijakan dalam Bidang Sosial Budaya
a.      Pasal 29 ayat 1 dan 2, berbicara tentang pengakuan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa serta kebebasan bagi warga negara dalam meyakini tiap agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan. (implementasi sila ke 1)
b.      Pasal 31 ayat 1, menetapkan bahwa tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. (implementasi sila ke 2)
c.       Pasal 32 ayat 1, negara menjamin dan menjaga nilai-nilai budaya dan bahasa sebagai kekayaaan budaya nasional. (implementasi sila ke 3)
            Pasal-pasal tersebut adalah penjabaran dari Pokok-pokok Pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan Persatuan yang massing-masing merupakan pancaran dari sila pertama, kedua, dan ke-tiga pancasila. Ketiga pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang kehidupan keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan nasional.
            Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang sosial budaya mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat indonesia harus diwujudkan dalam proses pembangunan masyarakat dan kebudayaan di indonesia. Dengan demikian, pancasila sebagai sumber nilai dapat menjadi arah bagi kebijakan negara dalam mengembangkan kehidupan sosial budaya indonesia yang beradab, sesuai dengan sila ke-2, kemanusiaan yang adil dan beradab. Pengembangan sosial budaya harus dilakukan dengan mengangkat nilai-nilaiyang dimliki bangsa indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari fungsi Pancasila sebagai sebuah sistem etika yang keseluruhan nilainya bersumber dari harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.
4.      Aspek Kebijakan dalam Bidang Pertahanan Keamanan
a.      Pasal 27 ayat 3,
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
b.      Pasal 30 ayat 1,
“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
                Pasal-pasal tersebut merupakan penjabaran dari Pokok-pokok Pikiran Persatuan yang merupakan pancaran dari sila pertama pancasila. Pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanan dan keamanan nasional. Berdasarkan penjabaran diatas, maka implementasi pancasila dalam pembuatan kebijakan negara pada bidang pertahanan dan keamanan harus diawali dengan kesadaran bahwa indonesia adalah negara hukum.

            Pertahanan dan keamanan negara di atur dan dikembangkan menurut dasar kemanusiaan, bukan kekuasaan dengan kata lain, pertahanan dan keamanan indonesia berbasis pada moralitas keamanan sehingga kebijakan yang terkait dengannya harus terhindar dari pelanggaran hak-hak asasi manusia. Secara sistematis, pertahanan keamanan negara harus berdasar pada tujuan tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila pertama dan kedua), berdasar pada tujuan untuk mewujudkan kepentingan seluruh warga sebagai warga negara (sila ke tiga), harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (sila keempat), dan ditujukan untuk mewujudkan keadilan dalam hidup masyarakat (sila kelima). Semua ini dimaksudkan agar pertahanan dan keamanan dapat ditempatkan dalam konteks negara hukum, yang menghindari kesewenang-wenangan negara dalam melindungi dan membela wilayah negara dengan bangsa, serta dalam mengayomi masyarakat.